Kebaikan Gubernur yang Tidak Membanggakan

Kebaikan Gubernur yang Tidak Membanggakan . Tulisan ini hanya curhat dalam melampiaskan kekesalan dan kekecewaan pribadi saja. Tapi berani taroh, apa yang saya curigakan pasti benar adanya, dikorupsi ! Bukankah anggaran untuk Masjid KP3B saja dikorupsi ! Direktur PT Guna Karya Nusantara selaku pelaksana kontrak pembangunan masjid mengatakan bahwa pencairan termen pertama anggaran dari pemprov sebesar 10 miliar masuk ke rekening Wawan. Dan sejumlah proyek-proyek yang bernilai miliaran lainnya kini sedang diusut oleh KPK sehubungan dengan banyaknya laporan dari berbagai elemen masyarakat Banten.
Maka tidak berlebihan apabila saya tak kunjung henti memikirkan apa yang telah saya saksikan dan dugakan. Sepulangnya saya sampai menitikan air mata, air mata kesedihan lantaran merasa diri ini orang kecil tak berdaya yang hanya jadi obyek. Sementara di tengah berkecamuknya pemikiran saya, banyak rekan-rekan yang lugu begitu sumringah menerima kebaikan Bu Gubernur.
Apa yang saya pikirkan itu?
Saya pernah diundang untuk menghadiri peresmian gedung PGRI dan Gedung Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama (PWNU) Provinsi Banten. Peresmian dilaksanakan pada 30 Januari 2013. Gedung PGRI dibangun dua lantai dengan luas bangunan 1.728 meter persegi dan luas lahan 2.700 meter persegi. Gedung ini dibangun selama dua tahap dengan total anggaran sebesar Rp.10.466.310.000,-. Pembangunan tahap I dilaksanakan tahun 2011 dengan anggaran sebesar Rp.6.204.310.000,-. Sedangkan tahap 2 dilaksanakan pada tahun 2012 dengan menghabiskan anggaran sebesar Rp.4.262.000.000,-. Bahkan dalam brosur yang dibagikan kepada peserta tercatat anggaran yang digunakan gedung ini sebesar hampir 12 miliar, termasuk anggaran pembelian tanah.
Seusai acara sambutan dari pihak-pihak, dilanjutkan dengan acara gunting pita dan peninjauan kondisi gedung PGRI dari lantai dasar hingga lantai 2. Di sinilah saya bak seorang wartawan jeprat sana jepret sini mengambil gambar dengan kamdig Samsung tanpa malu-malu mengikuti ke mana gubernur melangkah.
Tidak ada yang istimewa dari semua bagian-bagian bangunan itu. Semua tampak biasa dan tidak ada desain yang mengesankan mewah. Tak ada satu pun barang meubeler. Terkait dengan anggaran yang tertulis di brosur yang ada di tangan saya, otak saya ngeres. Langsung saya memisahkan diri dari kondisi desak-desakan dengan rombongan gubernur untuk memeriksa setiap ruangan (kamar). Saya ketuk-ketuk dinding tiap ruangan, astagfirullahaladhim, ternyata semuanya bukan dinding batu apalagi beton. Persis suara ketukan saya itu suara tripleks, bukan tembok semen (beton). Entah apalah, yang jelas kalau tripleks tidak mungkin, mungkin saja gypsum.
Dari sini saya berpikir, bahwa kebaikan gubernur terhadap PGRI dan PWNU adalah menyimpan udang di balik batu. Sebab saya yakin, bangunan gedung PGRI semacam itu paling banter menghabiskan Rp.2,5 miliar. Lalu ke mana larinya uang yang puluhan miliar tadi? Jadi, di balik kebaikan gubernur sebenarnya tersimpan kebusukan dan kejahatan dalam bentuk mengeruk uang rakyat untuk memperkaya diri melalui berbagai program dan proyek.
Sebagai perbandingan, saya waktu itu sedang menjadi Panitia Pembangunan Masjid Wakaf Al-�Arif. Luas bangunan hampir sama dengan gedung PGRI tersebut. Walaupun bangunan masjid, semua pekerja mendapat gaji/bayaran buruh. Bangunan satu lantai dengan semua dinding serba beton/cor dengan komposisi semen yang maksimal tanpa ada manipulasi. Setiap tiang tengah terdapat 4 buah dengan silinder berdiameter hampir 2 meter terbuat dari beton semen dan menggunakan teknik glos yang cukup mahal. Terdapat 1 menara, 4 kubah kecil dan 1 kubah raksasa beton. Lantai menggunakan granit, halaman batako dan ada area tempat mandi dan wudlu. Di tengah bawah kubah terdapat lampu hias cukup mewah, serta ada mimbar kutbah terbuat dari kayu jati. Tidak ada rangka baja karena bangunan bagian atas menggunakan dak. Ini tidak menghabiskan anggaran satu miliar pun. Satu lantai tidak menghabiskan 1 miliar. Inilah yang membuat saya selalu memikirkan betapa jor-jorannya anggaran proyek provinsi Banten yang kenyataannya hasilnya tidak sesuai dengan besarnya anggaran.
Akhirnya bagi saya penilaian atas kebaikan itu bukanlah reward untuk gubernur, tetapi keprihatinan yang mendalam. Oleh karena itu, saya tak perlu tuntas untuk mengikuti ceremonial gubernur waktu itu, dan langsung memilih pulang karena tidak merasa bangga.

0 komentar:

Posting Komentar