Cara Calon Kepala Desa Mekar Baru Dalam Menarik Simpati Masyarakat


Cara Calon Kepala Desa Mekar Baru Dalam Menarik Simpati Masyarakat . Kepala Desa Mekar Baru Kecamatan Petir yang kini sebagai incumbent adalah Soparosi Tobing. Menurut ketentuan, Soparosi Tobing masa jabatannya akan berakhir pada tahun ini (2013). Sehubungan dengan akan berakhirnya masa jabatan Kepala Desa Mekar Baru, maka tentunya harus ada penyelenggaraan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) baru lagi.
Jauh-jauh hari sebelumnya, ternyata sudah bermunculan para bakal calon (balon) kepala desa yang akan bertarung di arena Pilkades nanti. Saat artikel ini ditulis, sudah tercatat 5 orang yang dipastikan maju sebagai kandidat. Mereka masih balon, karena Panitia Pemilihan Kepala Desa pun belum resmi dibentuk oleh BPD (Badan Perwakilan Desa) Mekar Baru. Namun mereka jauh-jauh hari sebelum resmi menjadi calon yang ditetapkan, sudah melakukan berbagai trik dan cara bagaimana menarik simpatik pemilih. Berbagai cara mereka lakukan demi untuk meraup suara terbanyak pada waktunya. Berikut ini beberapa cara yang mereka lakukan di tengah-tengah masyarakat calon pemilihnya.
1. Sebagai langkah awal mereka mendekati para tokoh masyarakat, tokoh agama, sesepuh, para RT dan RW, serta para Ketua Pemuda untuk meminta dukungan,
    2. Mengadakan event-event tertentu yang menyangkut orang banyak (warga), misalnya sunatan masal, olah raga, dan sebagainya, 
      3. Memberikan sumbangan dan bantuan untuk keperluan umum, misalnya menyumbang masjid, mushala, sarana dan prasarana olah raga, pos ronda, dan lain-lain, 
        4. Mendatangi dan ikut ta,jiah jika ada warga yang meninggal walaupun jauh, padahal sebelumnya tidak pernah dilakukannya 
          5. Tanpa diundang pun datang mengahdiri apabila ada warga yang sedang hajat (resepsi pernikahan/khitanan),
            6. Hampir tiap malam memfasilitasi acara makan-makan (liwetan) gratis kepada warga di tiap kampung, 
              7. Memasang dan menyebarkan spanduk/banner/pamphlet/baliho di tempat-tempat umum kecuali masjid dan sekolah. Yang ini biasanya diatur menurut hasil musyawarah antara Panitia dan para calon, 
                8. Sebelum hari H membagikan uang dengan besar yang beragam dan biasanya saling mengungguli,
                  9. Pada malam H mengadakan serangan fajar (money politic) yang dilakukan oleh tim suksesnya masing-masing. Dan masih banyak lagi yang tidak saya sebutkan di sini.
                    Demikian cara mereka dalam merebut hati warga agar memilih dirinya saat pencoblosan nanti. Trik nomor 1 � 7 adalah sah-sah saja. Namun untuk trik point 8 dan 9, siapa yang berani mengatakan itu sah dan halal? Cara seperti itu sudah jelas dikategorikan penyuapan dan pengkebiran hak demokrasi warga. Jika itu masuk kategori suap, maka hukumnya haram. �Penyuap dan yang disuap sama-sama tempatnya di neraka�.

                    Karena terjadinya praktek suap-menyuap ini, maka tidak ada kepala desa terpilih yang tanpa menghabiskan cost besar. Mereka, yang terpilih dan yang tidak, sama-sama menghabiskan uang sampai ratusan juta. Bahkan di tempat lain mungkin ada yang mencapai milyaran rupiah demi menjadi seorang kepala desa.
                    Kalau kita mau berpikir jernih, apakah dengan masa jabatan yang hanya 5 tahun itu dapat mengembalikan modal yang ia keluarkan? Dengan demikian, apakah nanti sebagai kades ia mampu ikhlas berkonsentrasi mengurusi warganya?
                    Kembali kepada masalah suap-menyuap, agaknya sebagian besar warga awam tidak menyadari (kalau tidak ingin dikatakan tidak tahu hukumnya) bahwa menerima uang serangan fajar itu adalah sogokan dan konsekwensinya haram. Lebih ironis dan parah lagi adalah�.malah warga melegalitaskan dan memanfaatkannya. Inikah bagian dari apa yang disabdakan Rasulullah : �Akan datang suatu masa kepada manusia, yang di dalamnya manusia tidak kuasa mencari penghidupan melainkan dengan cara maksiat, hingga seseorang berani berdusta dan bersumpah (palsu). Maka apabila masa itu telah datang, hendaklah kalian berlari.�
                    Kesimpulannya adalah penyelenggaraan pilkades mampu merubah sesaat karakter seseorang (calon) menjadi filantropi. Namun di balik itu banyak mudaratnya baik bagi warga maupun para calon kades. Kapan kondisi seperti ini akan berakhir?
                    Demikian semoga bermanfaat dan menjadi renungan bagi kita semua.

                    0 komentar:

                    Posting Komentar