MEMBANGUN PEMILIH YANG CERDAS PADA PILKADES MEKAR BARU

Saat ini warga Desa Mekar Baru Kecamatan Petir Serang Banten belum merasakan suasana menjelang pemilihan kepala desa (Pilkades tahun 2013) yang katanya sebagai �pesta demokrasi memilih pemimpin desa�. Hal itu tampak dari belum adanya baliho gambar para calon (atau yang mencalonkan diri) untuk ingin dipilih dalam arena pemilihan yang akan datang. Baliho dengan gambar diri para calon dengan beraneka gaya penampilan dan jargon yang menyertainya belum terpampang di sepanjang jalan utama atau di tempat-tempat strategis di berbagai sudut kampung dan jalan. Baru fenomena lainnya saja yang muncul adalah mulai gencar-gencarnya kunjungan para calon ke berbagai arena pertemuan dengan berbagai nama dan sebutan seperti silaturahmi, pengajian, ta,jiah dan sebagainya yang diselenggarakan di berbagai tempat seperti di mushala, masjid, tempat umum, dan sebagainya.
Suasana hiruk-pikuknya para calon belum nampak ini dikarenakan pembentukan Panitia Pilkades pun baru dibentuk pada hari Jum�at tanggal 27 September 2013 oleh BPD, dengan ketua terpilih Bapak Usup.
Tradisi yang akan terjadi setelah terbentuknya aturan Panitia ini biasanya baliho dengan gambar diri para calon dengan beraneka gaya penampilan dan jargon yang menyertainya terpampang di sepanjang jalan utama atau di tempat-tempat strategis di berbagai sudut kampung dan jalan, yang ditempel saling berdampingan atau bahkan saling menindih.
Menghadapi situasi seperti itu, dibutuhkan para pemilih yang cerdas agar dapat membuat pilihan secara tepat dan bermakna.
Pemilihan Kepala Desa merupakan wujud perilaku �memilih� atau �election� sebagai wujud hak-hak seluruh warga desa untuk mendapatkan pemimpinnya demi kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang. Secara ideal �memilih dengan cerdas�, dilandasi oleh ketepatan membuat keputusan pilihan secara sadar berdasarkan tujuan, informasi, dan timbangan nilai tertentu.
Pada masa kini masih sulit untuk mendapatkan pemilih cerdas yang ideal, karena masih terdapat sejumlah �ranjau� yang menghambat jalannya pemilihan yang demokratis, yang berupa:
(1) Politik uang,
(2) Intervensi tim-tim sukses,
(3) Perilaku terorisme dan premanisme,
(4) Kebodohan dan kemiskinan; dan
(5) Apa yang oleh Mahatma Gandhi (1925) disebut �seven social sins� atau tujuh penyakit sosial yang meliputi:
(1) politik tanpa prinsip,
(2) sejahtera tanpa kerja,
(3) kesenangan tanpa hati nurani,
(4) pengetahuan tanpa watak,
(5) perniagaan tanpa moralitas,
(6) ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan, dan
(7) ibadah tanpa pengorbanan.
Kendala lainnya adalah terletak pada pihak yang akan dipilih. Mereka tampil mendadak atau instan dengan berbagai cara dan bentuk yang oleh Elly Malihah (PR, 25 Februari 2012) gejala itu disebut �NARSISIS� atau mencintai diri sendiri dan meminta untuk dipilih. Sementara yang tidak mendadak pun, mereka yang mengulang mencalonkan diri lagi adalah lebih narsis lebih memaksakan diri untuk dipilih padahal pada pemilihan 5 tahun yang lalu tidak terpilih.

 
Mengenakan batik : Soparosi Tobing
Sebenarnya memang ada keuntungannya bagi calon-calon di luar incumbent ( Soparosi Tobing ) dari sisi moral yang terdeskriditkan oleh yang bersangkutan sendiri. Pasalnya, Soparosi Tobing, selama 5 tahun memimpin dirasakan oleh warga desa tidak ada jejaknya alias tidak ada perubahan apa pun malahan dianggap lebih buruk dari sebelumnya. Yang lebih parahnya lagi adalah incumbent dianggap melukai hati pendukung-pendukungnya yang nota bene mereka adalah tokoh-tokoh agama. Mereka merasa terjebak dengan potensi yang ada pada diri incumbent yang religius, santun, santri, dan berkepribadian kalem.Karena di balik itu ternyata dia tak lama setelah menjabat menjadi Kepala Desa bergaul dengan kalangan yang suka minum minuman keras, nyawer di hiburan dangdut, dan main perempuan, yang pada akhirnya menyeret dirinya sendiri pernah tergelincir di dalamnya. Rupanya, kelemahan inilah yang dijadikan kesempatan bagi calon yang lain untuk mendeskriditkannya di depan warga calon pemilih. Sebagai pemilih yang netral, dengan postingan ini saya juga bukan bermaksud ikut mendeskriditkannya. Semuanya terserah pemilih. Dan yang terbaik adalah memilih dari 5 calon itu dengan hati nurani, bukan karena unsur lain.
Salam

0 komentar:

Posting Komentar