Plot dan Alur Cerita
Plot dan Alur Cerita . Plot dan alur cerita merupakan bagian dari unsur-unsur novel. Plot dan alur cerita merupakan dua unsur tak terpisahkan, tetapi keduanya harus dibedakan. Menurut Sumardjo dan Saini (1997: 48), plot itu ibarat gunung es, sebagian besar darinya tak pernah tampak. Apa yang disebut plot dalam cerita memang sulit dicari. Ia tersembunyi di balik jalannya suatu cerita. Namun jalan cerita bukanlah plot. Jalan cerita hanyalah manifestasi, bentuk wadah, bentuk jasmaniah dari plot cerita. Contohnya, Raja mati disebut jalan cerita karena hanya mengandung berita, tidak mengandung plot. Tetapi Raja mati karena sakit hati adalah plot karena tiba-tiba menjadi hiduplah imajinasi kita. Dengan demikian, intisari plot adalah konflik.
Orang memang sering mengacaukan pengertian alur dan plot. Jalan cerita ada karena adanya kejadian, kejadian muncul karena ada sebabnya atau ada alasannya. Plot adalah penggerak jalan cerita dan merupakan rohaniah dari suatu kejadian. Kalau kejadian itu berkembang, itu bisa disebut cerita. Suatu kejadian berkembang kalau ada yang menyebabkan perkembangannya, hal ini adalah konflik.
Mengenai jalan cerita menurut Aristoteles dan Staton (dalam Miftahudin, 1990: 54) inti pengertiannya terletak pada cause-efect, yang secara umum diterjemahkan sebagai �sebab akibat yang logis dari suatu kejadian�. Alur ini bermacam-macam, yakni :
- Alur lurus (alur datar). Biasanya menceritakan rangkaian secara kronologis. Alur ini menggambarkan jalinan cerita dari awal, dilanjutkan pada kejadian berikutnya, dan diakhiri dengan penyelesaian.
- Alur sorot balik (flashback). Alur ini tidak mengemukakan rangkaian peristiwa atau kejadian secara kronologis, tetapi menggambarkan jalinan cerita dari bagian akhir kemudian bergerak kembali ke persoalan awal.
- Alur gabungan atau campuran. Dalam hal ini, pengarang tidak hanya memakai satu jenis alur, tapi kadang-kadang menggabungkan dua jenis alur secara bersamaan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka yang dimaksud dengan alur adalah rangkaian peristiwa dalam karya sastra yang dijalin dan direka dengan saksama melalui hubungan sebab-akibat utnuk mencapai efek tertentu.
Sebuah cerita akan berhasil jika didukung oleh peristiwa-peristiwa yang disusun secara wajar dan sebab akibat yang logis. Karena kwajaran dan kelogisannya, sebuah cerita akan menjadi hidup dan akan diterima oleh akal dalam batas-batas kesastraan.
Menurut Tarigan (1984: 126), �setiap fiksi harus bergerak dari suatu permulaan melalui suatu pertengahan menuju suatu akhir�. Dengan kata lain, dari suatu eksposisi melalui komplikasi menuju resolusi. Intisari plot memang konflik. Namun suatu konflik dalam novel tidak bisa tiba-tiba dipaparkan begitu saja, tetapi harus memiliki dasar. Karena itu, plot sering dikupas menjadi elemen-elemen seperti berikut:
a) Exposition (pengenalan). Pengenalan yang dimaksud adalah pengenalan para tokoh, pembukaan hubungan-hubungan, penataan adegan, penciptaan suasana, dan penyajian sudut pandang.
b) Conflication (timbulnya konflik). Di sini mulai muncul peristiwa yang menimbulkan beberapa masalah, pertentangan, kesukaran, atau perubahan.
c) Rising action (konflik memuncak). Pada tahap ini mulai meningkat perhatian kegembiraan, kehebohan, atau keterlibatan pada saat bertambahnya kesukaraan atau kendala.
d) Turning plot (klimaks). Tahap ini adalah titik emosi, perhatian yang paling besar serta mendebarkan apakah masalah yang dihadapi bisa terselesaikan atau tidak.
e) Ending (pemecahan masalah)
Pada tahap pemecahan masalah peristiwa-peristiwa dijelaskan, bagaimana caranya para tokoh itu dipengaruhi, dan apa yang terjadi pada diri mereka masing-masing.
Unsur-unsur plot yang berpusat pada konflik. Dengan adanya plot seperti di atas, pembaca dibawa ke dalam suatu keadaan yang menegangkan, timbul suatu suspense dalam cerita. Dan suspense inilah yang menarik pembaca untuk terus mengikuti cerita.
Dikutip dari : Terampil Mengarang. Heri Jauhari, 2013: 159-160. Bandung: Nuansa Cendekia.Mungkin Anda tertarik : Karangan Ilmiah Populer
0 komentar:
Posting Komentar